×

Pilkada 2024: Saatnya Generasi Muda Menjadi Pemilih Cerdas

Pilkada 2024: Saatnya Generasi Muda Menjadi Pemilih Cerdas

Oleh: M. Izul Haq, Ketua PC PMII Pekalongan

Pilkada serentak yang akan berlangsung pada November 2024 menjadi momen krusial bagi setiap kandidat untuk memperkenalkan diri mereka kepada pemilih. Melalui kampanye dan debat, kandidat diharapkan dapat memaparkan visi, misi, program kerja, serta kepribadian mereka, sehingga pemilih memiliki dasar yang kuat untuk menentukan pilihan.

Pada 25 September mendatang, para kandidat akan mulai berkampanye di berbagai kota dan desa, sembari mempersiapkan diri untuk debat-debat yang telah dijadwalkan. Dalam masa kampanye ini, dua istilah yang sering muncul adalah kampanye negatif dan kampanye hitam. Meskipun sering disamakan, keduanya memiliki perbedaan yang signifikan, baik dari segi dampak maupun aspek hukumnya.

Secara hukum, kampanye negatif diperbolehkan, sementara kampanye hitam dilarang keras dan bisa dikenakan sanksi pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 280 ayat (1) huruf c dan Pasal 521 Undang-Undang Pemilu. Pasal 280 ayat (1) huruf c melarang penghinaan terhadap seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, atau peserta pemilu lainnya. Sanksi atas pelanggaran ini, sebagaimana tertuang dalam Pasal 521, dapat berupa pidana penjara hingga dua tahun dan denda maksimal 24 juta rupiah.

Dalam konteks pilkada, kampanye negatif dapat diibaratkan seperti proses ta’aruf dalam pernikahan, di mana kedua belah pihak saling mengenal sisi positif dan negatif calon mereka. Pemilih harus mendapatkan informasi yang jelas dan lengkap mengenai para kandidat, termasuk kelemahan-kelemahan mereka, agar dapat membuat keputusan yang rasional dan tepat.

Kampanye negatif sendiri bertujuan untuk membedakan satu kandidat dari yang lain dengan menunjukkan keunggulan diri dan kekurangan lawan. Dalam hal ini, kampanye negatif memainkan peran penting dalam memberikan informasi yang mungkin tidak akan disampaikan oleh kandidat itu sendiri. Dengan demikian, pemilih dapat mengevaluasi kandidat secara lebih objektif, baik dari sisi positif maupun negatif.

Namun, penting untuk dipahami bahwa kampanye negatif berbeda dari kampanye hitam. Kampanye negatif didasarkan pada data yang benar dan relevan, seperti misalnya mengkritik kebijakan atau kinerja kandidat lawan. Contohnya, sebuah kubu dapat mengkritik lawan politiknya karena dianggap tidak serius menangani masalah sampah atau tidak meratakan pembangunan jalan. Kritik seperti ini masih dianggap sah dan bahkan membantu pemilih memahami kelemahan yang ada.

Sebaliknya, kampanye hitam merupakan serangan pribadi yang mematikan karakter seseorang dan sering kali didasarkan pada informasi yang tidak benar atau dilebih-lebihkan. Kampanye hitam tidak hanya merusak reputasi kandidat, tetapi juga menciptakan kebingungan di kalangan pemilih dan mencederai integritas demokrasi.

Dalam pilkada mendatang, kampanye negatif yang berkualitas justru bisa menjadi sumber informasi yang penting, terutama bagi pemilih muda atau pemilih pemula. Generasi muda sering kali lebih dipengaruhi oleh emosi dan preferensi pribadi dalam memilih, ketimbang pertimbangan rasional. Oleh karena itu, kampanye negatif yang berbasis fakta bisa membantu mereka menilai kandidat dengan lebih objektif.

Generasi muda perlu menyadari pentingnya mengevaluasi kandidat secara rasional, mengesampingkan emosi, dan lebih banyak mempertimbangkan rekam jejak serta kebijakan yang ditawarkan. Dengan begitu, mereka bisa menjadi pemilih yang cerdas dan terinformasi, berpartisipasi secara kritis dalam proses demokrasi.

Demokrasi yang berkualitas bukan hanya tentang pemilu langsung dan kompetitif, tetapi juga tentang kemampuan masyarakat dalam mengevaluasi kebijakan secara menyeluruh dan kritis. Kampanye negatif yang dilakukan dengan cara yang benar dapat membantu mewujudkan demokrasi yang lebih sehat dan membawa kemajuan bagi bangsa.

Pada akhirnya, tujuan kampanye dalam pilkada adalah memberikan informasi yang lengkap dan akurat kepada pemilih, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat berdasarkan penilaian rasional dan suara hati nurani. Kampanye negatif yang berbasis data dan fakta diharapkan bisa menjadi alat yang efektif untuk menciptakan pilkada yang lebih transparan dan adil.

Post Comment